Dasar Yang Teguh

July 18, 2009 - Author: admin - Comments are closed

Oleh: John Bevere, dari buku Umpan Iblis

Karena itu demikianlah Firman Tuhan Allah: “Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu untuk dasar, sebuah batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang berharga, sebuah dasar yang teguh: siapa yang percaya tidak akan bertindak dengan terburu-buru (Yesaya 28:16..New King James)

Siapa yang percaya tidak akan bertindak dengan terburu-buru. Seseorang yang bertindak dengan terburu-buru adalah seorang yang tidak mantap karena tindakan-tindakannya tidak memiliki dasar yang tepat. Orang ini mudah digerakkan dan diayunkan oleh badai aniaya dan cobaan. Sebagai contoh, marilah kita simak hal yang terjadi atas Simon Petrus.

Yesus telah memasuki kawasan Kaisarea Filipi dan bertanya kepada para muridNYA, ”Kata orang, siapakah anak Manusia itu?”(Matius 16:13). Beberapa orang murid dengan bersemangat menyampaikan pendapat khalayak tentang jati diri Yesus. Yesus menanti sampai mereka selesai, kemudian Dia memandang mereka dan bertanya terus terang, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini? (ayat 15).

Saya yakin terpancar pandangan bingung dan takut pada wajah kebanyakan dari murid-murid itu, sementara mereka merenungkan ini dengan mulut ternganga tanpa dapat mengungkapkan sepatah kata. Mendadak saja orang-orang yang tadinya sangat berhasrat untuk mengemukakan pendapat orang lain, menjadi hening. Barangkali mereka tak pernah dengan sungguh-sungguh mengajukan pertanyaan ini kepada diri mereka sendiri. Apapun persoalannya kini, mereka sadar bahwa mereka tidak memiliki jawabannya.

Yesus berbuat apa yang selalu dilakukanNYA dengan baik. Dia menujukan hati mereka dengan sebuah pertanyaan. Dia mengantar kepada kesadaran sejati tentang hal yang diketahui atau tidak diketahui mereka. Mereka hidup dari pemikiran oranglain yang tidak pasti dan bukannya menetapkan di dalam hati mereka sendiri tentang jati diri Yesus yang sebenarnya. Mereka belum menghadapi diri mereka sendiri.

Simon, yang diberi lagi nama Petrus oleh Yesus, merupakan satu-satunya murid yang dapat menjawab. Dia mendadak mencetuskan kata-kata, “Engkau adalah Mesias, anak Allah yang hidup! (Matius 16:16). Kemudian Yesus menanggapinya dengan ucapan, “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapaku yang disorga (ayat 17)

Yesus menerangkan kepada simon Petrus tentang sumber dari penyingkapan itu. Simon Peturs bukannya menerima pengetahuan ini dengan mendengar pendapat orang lain atau melalui hal yang diajarkan, melainkan Allah yang telah menyingkapkannya kepadanya. Simon Petrus sangat lapar akan hal-hal dari Allah. Dialah yang paling banyak mengajukan pertanyaan. Dialah yang berjalan di atas permukaan air, sementar sebelas rekannya menonton saja. Dialah seorang yang tidak merasa puas dengan pendapat orang lain! Dia inigin mendengar langsung dari mulut Allah.

Pengetahuan yang disingkapkan tentang Yesus ini tidak berasal dari pengertiannya, tetapi merupakan suatu karunia, diterangi dalam hatinya sebagai tanggapan terhadap kelaparan rohaninya. Banyak orang telah melihat dan menyaksikan hal yang dilihat dan disaksikan oleh Simon Petrus, tetapi hati mereka tidak selapar hati Petrus untuk mengetahui kehendak Allah.

1 Yohanes 2: 27 menyatakan, “Sebab di dalam diri kamu tetap ada pengurapan yang telah kamu terima dari padaNya. Karena itu tidak perlu kamu diajar oleh orang lain. Tetapi sebagaimana pengurapanNya mengajar kamu tentang segala sesuatu; dan pengajaranNYa itu benar, tidak dusta; dan sebagaimana Dia dahulu telah mengajar kamu..”

Pengurapan inilah yang mengajar Simon Petrus. Dia mendengar semua ucapan orang lain, kemudian dia memandang ke dalam batin untuk mendapatkan penyingkapan dari Allah. Selekasnya Anda menerima pengetahuan yang disingkapkan dari Allah, tiada seorang pun dapat menggoyahkan Anda. Bila Allah menyingkapkan sesuatu kepada Anda, tidaklah menjadi soal apapun pendapat dunia. Dunia tidak dapat mengubahkan hati anda.

Yesus kemudian berkata kepada Simon Petrus dan para murid lainnya, “Di atas batu karang (dari pengetahuan yang disingkapkan oleh Allah) ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya (Matius 16:18). Jadi kita melihat dengan jelas bahwa ada dasar yang teguh dalam Firman Allah yang disingkapkan: dalam hal ini dasar itu ialah pengertian Petrus bahwa Yesus adalah Putra Allah.

Firman Yang Diterangi

Saya sering memberitahukan jemaat dan perorangan bila saya sedang berkotbah agar mereka mendengarkan suara Allah di dalam suara saya. Sering kita sedemikian sibuknya mencatat sehingga kita hanya mencatat segala sesuatu yang diucapkan. Ini menghasilkan pengertian mental dari Alkitab dan tafsirannya, pengetahuan kepala.

Bila kita hanya memiliki pengetahuan kepala, dua hal dapat terjadi:

1. Kita dengan mudah rentan terhadap publisitas yang berlebihan atau pelampiasan emosi, atau

2. Kita terikat oleh kecerdasan kita.

Tetapi ini bukanlah dasar teguh yang diatasnya Yesus mendirikan gerejaNYA. Dia berkata bahwa itu akan dilandaskan atas Firman yang diwahyukan, bukan hanya ayat-ayat yang dihafalkan.

Bila kita mendengarkan seorang pendeta yang diurapi berkotbah atau pada saat kita membaca sebuah buku, kita harus mencari kata-kata atau ungkapan yang meledak di dalam roh kita. Inilah Firman Allah yang diwahyukan atau disingkapkan kepada kita. Ini membawa terang dan pengertian rohani. Seperti yang dikatakan oleh pemazmur, “Bila tersingkap, Firman-FirmanMu memberi terang, memberi pengertian kepada orang-orang bodoh”(Mazmur 119:130). Tersingkapnya atau masuknya FirmanNYA ke dalam hati kita, bukan pikiran kita, itulah yang menerangi dan menjelaskan.

Sering seorang pendeta mungkin sedang membicarakan sebuah topik, namun Allah sedang menerangi sesuatu yang berbeda sama sekali di hati saya sendiri. Sebaliknya, Allah mungkin mengurapi kata-kata dari pendeta itu dan semuanya meledak di dalam diri saya. Yang mana pun dari keduanya adalah Firman yang disingkapkan Allah kepada saya. Inilah hal yang mengubahkan kita dari kebodohan (tanpa pengertian) menjadi dewasa (dipenuhi pengertian). Firman yang diterangi dalam hati kita ini adalah dasar yang dikatakan Yesus tempat gereja akan didirikan di atasnya.

Yesus membandingkan Firman Allah yang terbuka selubungnya dengan sebuah batu karang. Batu karang berbicara tentang kemantapan dan kekuatan. Kita ingat perumpamaan dua rumah, yang satu didirikan di atas batu dan lainnya di atas pasir. Ketika kesukaran-seperti aniaya, sengsara dan penderitaan melanda kedua rumah itu, maka yang didirikan di atas pasir rubuh, sedangkan yang didirikan di atas batu tetap berdiri teguh.

Beberapa hal yang perlu kita dengar dari Allah tak dapat ditemukan dalam Alkitab. Misalnya, siapakah yang harus dinikahi? Dimanakah kita harus bekerja? Dengan gereja manakah kita harus bergabung? Dan daftar ini dapat berlanjut terus. Kita juga harus mendapat Firman Allah yang diwahyukan untuk keputusan-keputusan ini. Tanpa itu maka semua keputusan kita didirikan atas tanah yang tidak mantap.

Hal yang disingkapkan Allah oleh RohNYA tak dapat diambil dari kita. Ini harus menjadi dasar dari semua perbuatan kita. Tanpa itu kita akan mudah sakit hati oleh ujian dan sengsara yang akan menggelapkan mata kita. Ingatlah juga dengan ucapan Yesus tentang Firman yang didengar dan disambut dengan gembira, namun tidak berakar di hati kita. Firman itu diterima dengan sukacita dalam pikiran dan perasaan. Ialah orang-orang yang mendengar Firman itu, segera menerimanya dengan kegembiraan, dan tidak berakar dalam diri mereka dan dengan demikian hanya bertahan sebentar saja; setelah itu bila penderitaaan atau aniaya timbul karena Firman, mereka segera sakit hati (Markus 4:16-17, New King James).

Kita dapat dengan mudah menukarkan kata-kata akar dan dasar karena keduanya menunjukkan kemantapan dan sumber kekuatan untuk tanaman atau bangunan. Seorang yang tidak mantap atau berdasar dalam Firman yang diwahyukan adalah calon utama untuk dapat disingkirkan oleh badai sakit hati. Banyak orang seperti para murid yang dihadapi oleh Yesus. Mereka hidup dari hal yang diucapkan atau dikotbahkan orang lain. Pendapat dan pernyataan orang lain diambil sebagai kebenaran, tanpa mencari nasihat atau kesaksian Roh. Kita hanya dapat hidup dan memberitakan hal yang disingkapkan kepada kita oleh Allah. Di atas inilah Yesus mendirikan gerejaNYA.

Bila anda tahu Allah telah menempatkan anda dalam suatu hubungan atau suatu gereja, musuh akan mengalami lebih banyak kesuliatan untuk mengeluarkan anda. Anda dilandasi atas Firman Allah yang diwahyukan dan akan berhasil melalui pertentangan, walaupun tampaknya mustahil.

Tiada Pilihan Lain

Lima tahun pertama dari pernikahan kami sangatlah sulit. Kami telah saling menyakiti sedemikian sengitnya sehingga tampaknya mustahil untuk menyelamatkan hubungan mesra yang pernah kami alami. Hanya satu hal yang mempersatukan kami: Kami berdua tahu bahwa Allah telah mentahbiskan pernikahan kami. Karena itu kami tidak menjadikan perceraian sebagai suatu pilihan. Pilihan kami satu-satunya ialah percaya bahwa Dia akan menyembuhkan dan mengubahkan kami. Kami berdua bertekad mengikuti proses ini betapapun sakitnya.

Bila saya mempunyai pikiran untuk menyerah saja, saya teringat akan janji-janji yang telah diberikan Allah kepada saya mengenai pernikahan kami. Saya tidak siap untuk membatalkan hal yang dirancang dan ditetapkan Allah untuk penyatuan kami bersama. Sebuah janji yang telah diberikan Allah kepada kami ialah bahwa kami suami isteri akan melayani bersama-sama. Pasda saat Dia memberikan janji itu saya berpikir, “Aku dapat dengan mudah memahaminya. TanganNYA ada di atas kami berdua untuk melakukan pelayanan.”

Di tengah-tengah badai pernikahan kami, saya tak dapat lagi melihat janji itu dengan jelas. Tetapi saya menolak untuk melepaskannya. Harapan biasa telah lenyap kerena adanya kesombongan dan pertengkaran yang telah menyusup ke dalam pernikahan kami. Namun masih ada benih kehidupan yang adikodrati dalam hati saya. Janji itu merupakan sebuah jangkar atau dasar pada saat saya membutuhkannya.

Kemudian ternyata Allah bukan hanya menyembuhkan hubungan kami, melainkan juga semakin memperkuatnya ketimbang sebelumnya. Kami bertumbuh dari pertentangan dengan saling memaafkan dan belajar dari situ. Kini kami melayani bersam-sama. Saya menganggap isteri saya bukan hanya kekasih saya dan sahabat akrab, melainkan juga pendeta yang paling saya percayai.

Setelah melalui lima tahun pertama yang paling berat itu saya sadar bahwa Allah melihat semua kekurangan dalam kehidupan kami berdua dan hubungan kami menyingkapkan semuanya itu. Saya merasa kagum akan hikmat dari gabungan kami sebagai suami isteri. Sebelum saya berjumpa dengan Lisa, saya rajin berdoa untuk wanita yang akan saya nikahi kelak. Pilihan itu merupakan keputusan kedua terpenting dari kehidupan saya, selain dari mematuhi Injil. Akibat doa dan penantian atas pilihan Allah untuk pasangan hidup saya, saya menyangka saya takkan mempunyai masalah yang ada pada orang lain dalam pernikahan. Oh, alangkah kelirunya saya!

Allah memilih seorang isteri bagi saya yang memang merupakan hasrat hati saya. Tetapi dia juga menyingkap ketidakdewasaan yang serakah yang tersembunyi di dalam diri saya. Dan hal itu ada banyak di dalam saya! Berlari dari pertentangan dengan memilih perceraian atau dengan menyalahkannya, hanya akan menguburkan ketidakdewasaan saya di bawah lapisan lain dari perlindungan palsu yang bernama sakit hati. Mengetahui Firman Allah yang diwahyukan untuk pernikahan telah menahan saya dari niat untuk pergi.

Pada tahap ini saya harus mengambil jalan memutar dari tujuan utama pasal ini. Sebagian dari Anda yang sedang membaca ini mungkin berpikir, “Aku belum diselamatkan, ketika aku menikah.” Kepada Anda Allah bersabda, “Kepada orang-orang yang telah menikah, aku, tidak bukan aku, tetapi Tuhan perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. Dan jikalau dia bercerai, dia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya. Saudara-saudara, hendaklah tiap-tiap orang tinggal di hadapan Allah dalam keadaan seperti pada waktu dia dipanggil (1Korintus 7:10-11,24).

Biarlah perkataan tentang perjanjian pernikahan ini mengendap di hati Anda sehingga Anda takkan digeser dari ketetapan hati Anda oleh jebakan sakit hati. Kemudian berusahalah mencari Tuhan untuk mendapatkan FirmanNYA yang diwahyukan untuk pernikahan Anda.

Sebagian dari Anda mungkin telah menikah tidak dalam kehendak Allah, walaupun sebagai pemercaya. Agar dapat memasuki berkat Allah untuk pernikahan Anda, Anda harus bertobat dari sikap tidak mencari nasihatNYA sebelum menikah, maka Dia akan mengampuni Anda. Tetapkanlah di hati Anda bahwa dua kesalahan takkan membentuk sebuah kebenaran. Merusak suatu perjanjian sebagai akibat dari sakit hati, bukanlah merupakan jawabannya. Jadi carilah Tuhan untuk memperoleh FirmanNYA bagi pernikahan Anda.

Batu Karang yang Teguh

Firman Allah yang diwahyukan adalah batu karang yang teguh tempat kita mendirikan hidup dan pelayanan kita di atasnya. Banyak orang telah mengatakan kepada saya tentang banyak gereja atau kelompok pelayanan yang telah mereka masuki hanya dalam waktu singkat. Hati saya sedih melihat betapa mudahnya mereka digoyahkan oleh ujian-ujian dan bukan oleh pengarahan dari Tuhan. Mereka membesar-besarkan keburukan dari keadaan atau betapa parahnya mereka dan orang lain telah diperlakukan. Mereka merasa dibenarkan dalam semua keputusan mereka. Tetapi penalaran mereka hanya merupakan suatu lapisan tipuan yang menahan mereka untuk melihat hal yang menyakitkan hati dan kelemahan watak mereka sendiri.

Mereka melukiskan hubungan mereka kini dengan pelayanan atau gereja tempat mereka tergabung sebagai sementara atau inilah tempat yang Allah kehendaki bagi saya sekarang. Saya bahkan mendengar sesorang berkata, “Saya dipinjamkan kepada gereja ini.” Mereka membuat pernyataan-pernyataan ini agar, jika keadaan menjadi sulit, mereka mempunyai jalan untuk meloloskan diri. Mereka tidak mempunyai dasar untuk berpijak di tempat-tempat baru yang mereka kunjungi; badai-badai dapat mengembuskan mereka dengan mudah kepada pelabuhan berikutnya.

Kemanakah Kita Dapat Pergi?

Kembali kepada contoh ketika Yesus menanyai para muridNya tentang ucapan mereka mengenai jati diriNya, kita melihat kemantapan yang datang bila Anda tahu kehendak Allah yang diwahyukan. Simaklah perkataan Simon Petrus. Setelah Simon mengatakan ilham yang disingkapkan Bapa kepadanya, Yesus berkata, “Dan Akupun berkata kepadamu Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.”(Matius 16:18).

Yesus mengubahkan nama Simon menjadi Petrus. Ini patut dicatat karena nama Simon berarti mendengar. Nama Petrus (nama Yunaninya Petros) berarti sebuah batu. Sebagai akibat dari mendengar Firman Allah yang diwahyukan di hatinya, dia menjadi sebuah batu. Sebuah rumah yang didirikan dari batu-batu di atas landasan yang kokoh dari batu karang akan bertahan terhadap badai yang melandanya.

Kata Batu karang dalam ayat ini berasal dari kata Yunani Petra yang berarti sebuah batu karang besar. Yesus sedang mengatakan kepada Simon Petrus bahwa dia sekarang dibuat dari bahan yang di tasnya rumah itu didirikan. Petrus kemudian menulis dalam suratnya, “Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani.”(1Petrus 2:5). Sebuah batu ialah bagian kecil dari sebuah batu karang besar. Kekuatan, kemantapan dan kuasa ada di dalam batu karang dari Firman Allah yang diwahyukan, dan ada buah dalam kehidupan seseorang yang menerima Firman itu. Orang itu dikuatkan dengan kekuatan dari Dia yang adalah Firman Allah yang hidup, yaitu: Yesus Kristus.

Seperti rasul Paulus menulis dalam 1Korintus 3 :11, “Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu: Yesus Kristus. ”Pada saat kita mencari Dia yang adalah Firman Allah yang hidup, maka Dia akan disingkapkan dan kita akan ditetapkan. Selama hari-hari terakhir dari perjalanan Yesus di bumi, kehidupan menjadi semakin sulit bagi regu pelayananNYA. Para pemimpin agam dan orang-orang Yahudi menganiaya Yesus, berusaha membunuhNYA (Yohanes 5:6). Ketika keadaan mulai membaik dan orang-orang ingin memaksaNya menjadi raja, Dia menolak dan pergi (Yohanes 6:15).

“Mengapa dia melakukan itu?” para muridNya bertanya-tanya. Inilah kesempatan bagiNya dan bagi kita. Mereka menjadi gelisah. Badai sedang melanda dengan dashyat. Kita telah meninggalkan keluarga dan pekerjaan untuk mengikuti orang ini. Banyak yang kita pertaruhkan. Kita percaya bahwa Dialah Tokoh yang akan datang. Bagaimanapun juga, Yohanes pembaptis menyatakannya, dan kita mendengar Simon Petrus mengucapkannya di Kaisarea Filipi. Mereka itu sudah merupakan dua orang saksi. Tetapi mengapa Dia terus menerus menjengkelkan para pemimpin yang ada? Mengapa Dia menggali kuburNya sendiri? Mengapa dia menggunakan pernyataan yang keras seperti: “Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu?’kepada kami, para muridNya sendiri?”

Rasa sakit hati mulai memuncak dalam diri orang-orang yang telah meninggalkan segala sesuatu untuk mengiringi dia ini. Kemudian terjadilah hal yang terkhir. Yesus mengkhotbahkan sesuatu kepada mereka yang terdengar seperti bidah: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak manusia dan minum darahNya, kamu tidak mempunya hidup di dalam dirimu”(Yohanes 6:53). Apakah yang dikhotbahkanNya sekarang? Mereka ingin tahu. “Ini sudah keterlaluan bagi-Ku!” Bukan hanya itu, tetapi dia mengucapkan hal-hal ini di hadapan para pemimpin di rumah ibadat Kapernaum. Untuk para murid ini hal tersebut merupakan sentuhan terakhir yang menjatuhkan!

Sesudah mendengar semuanya itu banyak diri murid-murid Yesus yang berkata: “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya? (Yohanes 6:60). Perhatikanlah tanggapan Yesus: Yesus yang di dalam hatiNYA tahu bahwa murid-muridNya bersungut-sungut tentang hal itu, berkata kepada mereka: “Adakah perkataan itu menyakitkan hatimu?” (Yohanes 6:61 New King James)

Ini adalah para muridNya sendiri! Dia tidak menarik kembali kebenaran, tetapi malah menghadapi orang-orang ini. Dia tahu sebagian telah hidup di atas dasar yang keliru. Dia menyingkapkan dasar itu dan memberikan peluang kepada mereka untuk melihat hati mereka sendiri. Tetapi mereka tidak seperti Simon Petrus atau murid-murid yang lapar akan kebenaran. Lihatlah reaksi mereka: Mualai dari waktu itu banyak murid-muridNya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti dia (Yohanes 6:66).

Perhatikanlah bahwa bukan sedikit, tetapi banyak. Sebagian dari mereka pastilah orang-orang yang dengan cepat berkata sebelumnya di Kaisarea Filipi, “Ada yang mengatakan Yohanes pembaptis, ada juga yang mengatakan Elia dan ada pula yang mengatakan Yeremia atau salah seorang dari para nabi”(Matius 16:4). Mereka tidak berlandaskan Firman Allah yang diwahyukan.

Rasa sakit hati itu terbina sampai kepada taraf yang dilakukan oleh banyak orang sekarang, mereka pergi. Mereka menyangka bahwa mereka telah diperdaya dan diperlakukan secara keliru, tetapi tidak demikian. Mereka tidak melihat kebenaran, karena mata mereka terpusat pada keinginan mereka sendiri yang serakah.

Kini perhatikanlah hal yang terjadi pada Simon Petrus, ketika Yesus menantang kedua belas murid itu: Maka kata Yesus kepada kedua belas muridNya: “Apakah kamu tidak mau pergi juga? Jawab Simon Petrus kepadaNya: Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Engkau yang mempunyai perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah Kristus, anak Allah yang hidup”(Yohanes 6:67-69, New King James). Yesus tidak mengemis kepada orang-orang ini. “Kuharap jangan pergi. Aku baru saja kehilangan sebagian besar dari stafKu. Bagaimana Aku dapat melanjutkan tugasKu tanpa kalian! ”Tidak, Dia malah menantang mereka, “Apakah kalian tidak mau pergi juga?

Perhatikanlah cara Simon Petrus menjawab, walaupun dia juga bergumul dengan rasa sakit hati seperti orang-orang lainnya, Tuhan kepada siapakah kami akan pergi? Hal yang didengarnya tentu saja telah membingungkannya; tetapi ada suatu pengetahuan di dalam dirinya yang tiada terdapat pada orang-orang lain. Di Kaisarea Filipi, Petrus mendapat wahyu tentang jati diri Yesus yang sebenarnya: ”Anak Allah yang hidup”(Matius 16:16).

Sekarang di tengah sengitnya ujian ini, dia mengucapkan hal yang telah berakar di hatinya: ”Kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah Kristus, Anak Allah yang hidup.” Inilah tepatnya kata-kata yang dicetuskannya di Kaisarea Filipi. Dialah sebuah batu, yang diletakkan di atas batu karang yang kokoh dari Firman Allah yang hidup. Dia tak mau pergi dengan rasa sakit hati.

Reaksi Di Bawah Tekanan

Saya sering berkata bahwa ujian dan pencobaan menunjukkan letak seseorang. Dengan kata lain, ujian dan pencobaan menentukan tempat anda secara rohani. Hal-hal itu menyingkapkan keadaan hati anda yang sebenarnya. Cara Anda bereaksi di bawah tekanan adalah cara anda bereaksi sebenarnya.

Anda dapat memiliki sebuah rumah berlandaskan pasir yang mempunyai lima tingkat yang tinggi dan indah, yang dihiasai dengan bahan-bahan dan keterampilan yang canggih. Selama matahari bersinar, rumah itu tampak bagaikan benteng yang kuat dan elok. Disamping itu anda dapat memiliki sebuah rumah sederhana yang tidak bertingkat. Itu hampir tidak terlihat dan mungkin tidak menarik, bila dibandingkan dengan bangunan yang indah yang ada di sebelahnya. Tetapi itu didirikan di atas sesuatu yang tidak dapat dilihat mata anda, batu karang.

Selama tiada badai melanda, rumah bertingkat lima tampaknya lebih bagus. Tetapi bila menghadapi badai yang dashyat, rumah bertingkat lima itu roboh dan menjadi timbunan puing. Rumah itu mungkin dapat menahan angin ribut yang kecil, tetapi bukan topan. Sedangkan rumah sederhana yang tidak bertingkat itu tetap berdiri. Semakin besar rumahnya, semakin hebat dan menyolok kejatuhannya.

Sebagian orang di gereja bagaikan para murid yang cepat berbicara di Kaisarea Filipi, tetapi kemudian mereka akan terungkap. Mereka mungkin tampak seperti orang-orang Kristen bertingkat lima, gambaran dari kekuatan, kemantapan dan keindahan. Mereka mungkin dapat tahan terhadap beberapa badai berukuran kecil dan sedang. Tetapi bila badai dashyat berembus, keadaan mereka yang sesungguhnya akan tersingkap.

Pastikanlah bahwa Anda mendirikan hidup anda di atas Firman Allah yang diwahyukan, bukan di atas ucapan orang lain. Usahakanlah terus mencari Tuhan dan mendengarkan hati Anda. Jangan lakukan atau ucapkan segala sesatu hanya karena semua orang melakukan atau mengucapkannya. Carilah Dia dan berdirilah di atas hal yang telah diungkapkan di hati Anda!

 

5 artikel terakhir oleh admin

Categories: News & Lastest Updates