Membangun hubungan yang berkualitas (Mat.7:1-5)

October 8, 2011 - Author: dedy - Comments are closed

Shalom!
hari ini, kita akan belajar mengenai prinsip2 yang Yesus ajarkan u/ membangun hubungan yang berkualitas dengan sesama manusia, khususnya dengan sdr2 seiman:
1. Hindari sikap menghakimi (ay. 1-2). Yesus berkata,”jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi”. Apa maksud dari pernyataan Yesus ini? Ada yang menafsirkan bahwa orang Kristen sama sekali tidak boleh memberi teguran terhadap orang lain. Apakah benar? Apakah orang kristen harus menutup mata terhadap orang yang melakukan kesalahan? Atau berpura2 tidak melihatnya? Apakah orang kristen harus menolak membedakan antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang jahat? Bagaimana kita bisa memastikan bahwa itu bukan maksud Yesus? Jawabannya adalah karena perilaku demikian adalah perilaku yang tidak jujur. Padahal kita tahu bahwa Yesus menolak kepalsuan/kepura-puraan. Yesus mencintai kebenaran, karena Dia sendiri adalah KEBENARAN. Dari penjelasan ini, kita tahu bahwa Yesus tidak melarang murid2-Nya memberi teguran yang benar kepada orang lain. Yesus sendiri mengajarkan di Mat. 18:15 “jika seorang sdr berdosa terhadap kita, tegorlah di bawah empat mata, artinya Yesus mengajar kita supaya berani menegur kesalahan saudara kita SECARA PRIBADI, supaya dia menjadi pribadi yang lebih baik.
Quotes: TEGURlah orang secara pribadi tetapi PUJIlah orang di depan orang lain”…
Lalu kalau begitu, apa yang dimaksud dengan,”jangan menghakimi?” Kata “menghakimi” yang dimaksud Yesus dalam ayat ini adalah sebuah “semangat, kesibukan atau kegetolan mencari-cari kesalahan orang lain sebagai serangan untuk memberi vonis secara permanen yang menjatuhkan dan mematikan. Orang ini memiliki motivasi penuh dengan PENGHUKUMAN yang menghancurkan, bukan kasih yang membangun. Hatinya sadis, kejam dan tidak kenal ampun terhadap kesalahan orang lain. Cth kata2 penghakiman: “selalu, tidak pernah….”.

Sebagai murid2 Yesus, kita harus mampu membedakan antara kebenaran dengan kepalsuan, kita harus TEGAS terhadap prinsip kebenaran; tetapi kita tidak boleh menjatuhkan vonis buruk terhadap orang lain secara permanen. Mengapa? karena kita bukan Tuhan, yang MAHA TAHU… Tidak ada manusia yang ‘qualified’ u/ menjadi hakim atas sesamanya manusia, karena kita ini manusia yang sama2 tidak dapat membaca hati orang secara MUTLAK atau mengukur motivasi orang secara PASTI (100 % benar).  Mengangkat diri sendiri menjadi hakim, berarti kita menganggap diri sendiri paling benar dan paling tahu segala sesuatu. Ingat! yang paling benar dan paling tahu segala sesuatu HANYALAH TUHAN….Menghakimi orang itu adalah dosa besar… Mengapa? karena kita SOK mau jadi Tuhan.
2. Hindari sikap munafik (ay. 3-5). Hal ini terlihat jelas dari nasihat Tuhan: “keluarkanlah dahulu balok dari matamu.” (ay. 5), artinya Tuhan tidak ingin orang yang hanya GETOL sibuk  mencari-cari kesalahan orang lain sebagai suatu serangan, padahal dirinya sendiri melakukan kesalahan yang sama, bahkan yang lebih parah dan lebih besar => maling teriak maling…  Yesus memberikan ilustrasi kemunafikan dengan menceritakan mengenai seseorang yang hati2 sekali mengeluarkan sebintik kotoran dari mata temannya, sementara di dalam matanya sendiri ADA balok yang menghalangi seluruh penglihatannya
Ada sepasang suami istri yang berencana u/ membeli rumah. Suatu hari, setelah membaca iklan di Koran, mereka tertarik u/ melihat langsung salah satu rumah yang akan dijual. tetapi karena sang istri sedang hamil tua dan harus tinggal di rumah, maka terpaksa sang suami berangkat sendiri. sang suami berjanji akan memotret rumah itu sedetil2nya. ketika pulang, suami tsb memberikan oleh2 berupa 2 roll film rumah idaman mereka u/ istrinya. setelah selesai film tsb dicetak, terjadilah dialog antara suami istri ini. “Ini apa?” Tanya sang istri ketika melihat foto pertama. “Itu jembatan yang terlihat dari jendela dapur kita,” jawab suaminya. “Dan ini?” Tanya istrinya lagi.”Itu pemandangan gunung2 yang terlihat dari jendela kamar kita.” “Kalau yang ini?” “Itu rumah tetangga yang terlihat dari jendela kamar makan kita”. Percakapan ini terus berlanjut dengan pertanyaan yang sama dari sang istri yang diikuti  jawaban sang suami yang terus menjelaskan bahwa: itu pemandangan  yang terlihat dari jendela ruang tengah, dari jendela kamar atas, dari jendela kamar mandi dst….” Sang istri  mendapat gambaran yang lengkap tentang rumah2 tetangga, pohon2, sawah2,  gunung2 dan jalan2 sekitar, karena hampir tiap inci sekeliling rumah ada potretnya, tetapi tidak ada satu foto pun tentang rumah itu sendiri.
Tindakan sang suami itu kelihatannya sangat bodoh, bukan? itulah gambaran yang Tuhan Yesus berikan tentang cara hidup yang kecenderungan y SELALU MELIHAT KE LUAR – suatu kebiasaan mengurusi selumbar2 di mata orang TANPA melihat BALOK di dalam matanya sendiri.
Kita menggunakan banyak waktu dan tenaga u/ berkonsentrasi mencari-cari kesalahan orang lain, lalu kita besar2kan, kita mencela habis2an kekurangan orang lain; tetapi meremehkan kekurangan2 kita sendiri yang sebetulnya sama gawatnya atau bahkan lebih gawat dari orang tsb.
Suatu kekurangan yang kita dapati pada diri sendiri kita anggap kecil, tapi jika kita dapati pada orang lain akan kita hakimi habis2an. Kita jadi orang yang sadis, kejam, KERAS, tidak kenal ampun terhadap kesalahan orang lain, tetapi terhadap kesalahan diri sendiri, kita begitu LEMBEK, halus, dan penuh pengampunan.
Kemunafikan ini merupakan dosa orang farisi! Mereka senangnya meninggikan diri sendiri dengan merendahkan orang lain.  Yesus pernah mengatakan di Luk. 18:9-14, bahwa ada seorang farisi yang sedang berdoa di bait Allah. Ia berkata,”Tuhan aku orang baik, aku bukan pencuri, bukan penzinah, bukan pembunuh, aku membayar perpuluhan, aku berpuasa seminggu dua kali dan aku tidak sama dengan pemungut cukai yang ada di belakangku.” Orang farisi ini tidak menyadari bahwa dirinya penuh dengan kekurangan dan dosa, tetapi dia memuji-muji diri sendiri dan membanggakan hidupnya di hadapan Tuhan. Ia merasa dirinya sudah layak, sudah benar, sudah baik di hadapan Tuhan dan memandang rendah semua orang, sehingga yang terjadi adalah seperti hakim dengan terdakwa.

Sesungguhnya gereja bukanlah persekutuan orang farisi (yang merasa diri paling benar, paling suci) dengan pemungut cukai, yang tidak benar dan kotor… sehingga yang terjadi di gereja adalah seperti persekutuan antara hakim dengan terdakwa. Bukan! Gereja adalah persekutuan anugerah, persekutuan sesama orang berdosa. Gereja adalah persekutuan para pemungut cukai, para pelacur, para orang berdosa yang diterima Allah bukan karena mereka baik dan layak, melainkan karena percaya pada Yesus Sang Juruselamat. Ingat! Kita semua bisa menerima pengampunan dosa, pembenaran dan kehidupan kekal semata-mata hanya karena anugerah Tuhan, sama sekali bukan karena usaha kebaikan kita (Ef. 2:8-9). .
Hati2! Gereja sekarang sudah banyak berubah dari persekutuan orang2 berdosa menjadi kumpulan elit2 rohani, yang merasa suci dan benar. Akibatnya gereja menjadi tempat dimana orang paling tidak berani memperlihatkan keburukannya dengan jujur. Sekarang ini, banyak gereja yang malah jadi tempat persembunyian (orang2 menutup-nutupi kekurangannya dengan aktivitas gerejawi), tidak ada keterbukaan satu sama lain.  Banyak orang memakai ‘topeng’ saat ada di gereja, karena mereka takut dihakimi oleh orang2 gereja, dan banyak orang2 ‘rusak’, pendosa yang tidak mau datang ke gereja karena mereka takut dihakimi dan dijatuhkan.

Tuhan mau, Gereja-Nya menjadi komunitas yang saling menerima satu dengan yang lain, saling mendoakan, saling menyembuhkan, saling menguatkan, saling mendukung. Kesadaran bahwa tidak ada orang yang lebih baik di antara kita dan semua adalah anugerah-Nya akan membuat kita bersatu untuk bersama-sama menyingkirkan persoalan dosa yang mengikat kita. KETERBUKAAN ADALAH AWAL DARI PEMULIHAN (Yak. 5:16)

Hidup berfokus pada melihat balok di mata sendiri pastilah akan menjadikan kita memprioritaskan waktu dan usaha kita untuk membenahi dan mengubah diri kita sendiri terlebih dahulu, ketimbang membenahi dan mengubah orang lain.

Kesimpulan:
Yesus tidak melarang adanya kritik. Yang disalahkan-Nya adalah berani mengkritik orang lain, tetapi tidak berani mengkritik diri sendiri. Kita boleh mengoreksi orang lain, yang jelas2 melawan kebenaran Yesus, tetapi harus dibarengi terlebih dahulu dengan mengoreksi diri sendiri. Apakah kita sendiri sudah sejalan dengan Yesus dan kebenaran-Nya?

Dalam hubungan dengan orang lain, kita tidak boleh berperan sebagai hakim, yang dengan getol senang mencari-cari kesalahan orang lain dan menjatuhkan vonis secara permanen……..Maupun sebagai orang munafik, yang mencela kesalahan orang lain habis2an, sementara memaklumi kesalahan diri sendiri…

Dalam hidup ini, kita harus terlebih dahulu mengoreksi diri kita sendiri, jika ada kesalahan maka kita harus atasi. Setelah berhasil menang…  barulah kita berusaha membantu sdr2 kita mengatasi pergumulannya, bukan sebagai musuh/lawan melainkan sebagai sahabat yang memberi obat penawar.

Kita harus berani mengkritik diri kita sendiri  sama keras dengan kita mengkritik orang lain, dan murah hati sama seperti selamanya kita murah hati terhadap diri kita sendiri.

Ps Dedy Santoso

 

5 artikel terakhir oleh dedy

Categories: Artikel & Tips