WordPress database error: [Disk full (/tmp/#sql_66f1_10.MAI); waiting for someone to free some space... (errno: 28 "No space left on device")]
SHOW COLUMNS FROM wp_users LIKE 'knr_author_order'

WordPress database error: [Duplicate column name 'knr_author_order']
ALTER TABLE wp_users ADD `knr_author_order` INT( 4 ) NULL DEFAULT '0'

WordPress database error: [Disk full (/tmp/#sql_66f1_10.MAI); waiting for someone to free some space... (errno: 28 "No space left on device")]
SELECT t.*, tt.*, tr.object_id FROM wp_terms AS t INNER JOIN wp_term_taxonomy AS tt ON tt.term_id = t.term_id INNER JOIN wp_term_relationships AS tr ON tr.term_taxonomy_id = tt.term_taxonomy_id WHERE tt.taxonomy IN ('category', 'post_tag', 'post_format') AND tr.object_id IN (2384) ORDER BY t.name ASC

Prinsip Menghakimi – BIC Bangkok

Prinsip Menghakimi

January 14, 2010 - Author: admin - Comments are closed

WordPress database error: [Disk full (/tmp/#sql_66f1_10.MAI); waiting for someone to free some space... (errno: 28 "No space left on device")]
SELECT ID, post_title, post_date FROM wp_posts, wp_term_relationships, wp_term_taxonomy WHERE post_author = 1 AND wp_term_relationships.object_id = wp_posts.ID AND wp_term_relationships.term_taxonomy_id = wp_term_taxonomy.term_taxonomy_id AND ID != 2384 AND post_status = 'publish' AND post_date < NOW() AND post_type = 'post' GROUP BY ID ORDER BY post_date DESC LIMIT 5

“Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Yesus)

Kali ini kita akan bahas tentang menghakimi. Menghakimi itu sama dengan memberi penghukuman. Janganlah kita menghakimi. Jangan juga menjadi hakim. Allahlah satu-satunya Hakim, Dialah yang memutuskan suatu kesalahan dan hukuman. Allah tidak bercacat cela dalam pengadilannya. Dialah Hakim segenap bumi. Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan, jangan menuntut keadilan, serahkan pada Tuhan, seperti firman-Nya, “Pembalasan adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan.”.

Ini sebenarnya pelajaran yang sederhana. Trust me, ga rumit kok. Ingat: hal yang gampang janganlah dipersulit. Janganlah pengajaran semacam ini dijadikan taurat sehingga ditakuti. Terkadang, di gereja pelajaran menghakimi dapat membikin takut jemaat. Itulah kerja intimidasi. Membuat takut salah, atau takut berdosa. Sepertinya suatu yang rohani, tapi sebenarnya itu adalah selubung agamawi dan orang yang takut itu ga sempurna dalam kasih. Kita semua ini adalah murid yang belajar, bahkan terus belajar sempurna sampai Tuhan datang. Baiklah kita mulai, prinsip penting dari hal menghakimi hanya satu saja: bahwa ukuran yang kita pakai untuk mengukur akan diukurkan kepada kita. Artinya, ibarat bumerang, kitalah yang menjadi hakim bagi diri kita sendiri. Tuhan sebagai hakim yang sejati memakai ukuran kita sendiri untuk diukurkan kembali kepada kita. Contoh-contoh berikut ini akan membuat kita lebih mengerti (jangan kaget yah):

1. Misalnya paling gampang, kasus pelaku mafia korupsi yang lagi menghias berita lokal Indonesia sekarang ini (ngeri banget ya). Lalu mungkin di antara kita yang berkata, koruptor jahanam harus dibakar atau dicambuk lalu digantung, itu baru setimpal. Kelihatannya sepele saja, kalo itu muncul dari hati, maka perkataan itu dicatat dan menjadi suatu ukuran bagi Tuhan sebagai hakim sejati dan itu pula yang diukurkan kepada kita. Yang perlu kita ketahui, bahwa korupsi kecil dan korupsi besar (milyaran) sama saja di mata Tuhan, tetap aja namanya korupsi. Di hari penghakiman maka saat kita didapati melakukan korupsi, Tuhan ga pusing-pusing untuk memutuskan hukumannya apa karena langsung tersedia api, cambuk dan tali gantungan.

2. Kasus pembantu yang menganiaya anak-anak majikannya. Sebagai orang tua, mungkin ada yang marah besar saat mendengar ceritanya atau karena melihat cuplikan videonya di internet lalu berkata, “Kalo ketemu tuh bajingan akan gw siram dan bakar pakai bensin”. Itu suatu kalimat penghakiman. Tuhan mendengarnya. Btw, penganiayaan anak-memang kejam, tapi membakar manusia pakai bensin? Bukannya lebih horor?

3. Kasus seorang ayah yang memperkosa putri kandungnya. Listen, kalau ada di antara kita yang masih belum bisa menerima kesalahan tertentu yang dilakukan seorang insan, walopun itu yang paling keji, maka itu sama juga menghakimi. SEMUA DOSA DAPAT DIAMPUNI. Hanya satu dosa yang tidak bisa diampuni Tuhan yaitu dosa yang tidak diakui!

4. Kasus pendeta besar atau pelayan Tuhan yang jatuh dalam dosa perselingkuhan. Cara kita memandang, menanggapi, menilai, berpendapat akan menjadi suatu pegangan bagi Tuhan saat hari penghakiman nanti dan semuanya itu akan diukurkan pada kita.

5. Kasus Diskriminasi. Menganggap remeh dan memandang remeh orang lain. Tuhan akan memperlakukan kita sebagaimana kita memperlakukan orang lain. Jika kita berperilaku diskriminatif terhadap jenis orang tertentu, Tuhan juga memakai ukuran tersebut terhadap kita.

6. Kasus pengampunan. Jika kita menghakimi orang yang berbuat salah pada kita dan berkata, “Hey kesalahanmu takkan aku maafkan sampai tujuh turunan.” Maka Tuhan menyimpan segala ucapan itu untuk diukurkan kepada kita kelak.

7. Kasus Kutukan. Kalo kita menghakimi orang lain dan melepas kutuk. Kutuk itu pula yang akan dipakai menentang kita suatu saat nanti.

8. Kasus membenci orang berdosa. Orang-orang gereja yang berjubah kekudusan banyak juga yang memiliki hati yang menghakimi terhadap para pendosa. Sepertinya ada tanda yang tidak kelihatan di depan pintu masuk gereja, “Para pendosa dilarang masuk”. Ada yang salah kalo begitu. Ingat kita harus membenci perbuatannya, namun kita harus mengasihi orangnya. Yesus sendiri bergaul dengan para pendosa. Maria Magdalena adalah wanita pelacur yang mengikut Yesus, bahkan dia diberi keistimewaan sebagai manusia pertama yang melihat sendiri Yesus bangkit. Trust me, itu bukan suatu kebetulan.

9. Kasus air susu dibalas dengan air tuba. Kita marah dan menjadi hakim lalu berkata, “Kalo orang baik sama saya, maka saya juga baik sama dia, tapi kalo itu orang berbuat jahat, maka saya akan dua kali lebih jahat lagi terhadap dia.” Tuhan juga merekam perkataan itu dan menyimpannya untuk menentang kita sendiri suatu waktu nanti.

10. Terakhir, suatu kasus saat orang yang menzalimi kita atau musuh kita mendapat ganjaran setimpal dari Tuhan. Lalu dalam hati kita masih ‘menghakimi’ lagi dan berkata, “Tuh, jangan pernah main-main sama orang yang diurapi Tuhan, lihat apa akibatnya, syukur ha…ha…rasain loe!” Tuhan menganggap itu suatu kejahatan.

“Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok, supaya TUHAN tidak melihatnya dan menganggapnya jahat, lalu memalingkan murkanya dari pada orang itu. (Ams 24:17)

Yah, itu hanya sebagian contoh-contoh ekstrem, kenapa dibuat yang ekstrem supaya kita mikir dulu tujuh kali kalo mau menjadi hakim. Jangan kamu menghakimi supaya kamu tidak dihakimi. Wah dari tadi ceritanya horor banget yah. Well, dear friends yang dikasih Tuhan Yesus, jangan takut dulu, masih ada berita baiknya: Tuhan mau kok mengampuni kesalahan dosa menghakimi, kalo kita datang dengan tulus kepada-Nya. Lagian, siapa sih yang ga pernah menghakimi? Aku juga pernah menghakimi orang lain. Namanya juga belajar hidup dalam kebenaran. Dengarkan, semakin orang bertumbuh dewasa dalam Tuhan,  maka semakin hilang sifat menghakimi di dalam hatinya. Hah, aneh juga, kalo masih ada juga orang yang semakin baca alkitab semakin bertambah-tambah pula sifat menghakimi, ada yang salah kalo begitu. Justru kalo orang semakin dekat sama Tuhan harusnya semakin murah hati, seperti Yesus.

Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan, setiap orang pasti pernah lemah imannya. Kalo kita bisa menerima orang yang jatuh dalam dosa, maka saat kita jatuh Tuhan juga akan menerima kita kembali. Ukuran ini yang Tuhan pakai atas kita. Di alkitab dicatat, Saul mengejar-ngejar Daud dan berikhtiar untuk membunuhnya, tapi Daud bersifat murah hati dan tetap menjaga hati agar ga dendam. Saat Saul diberi ganjaran sama Tuhan, tahu ga si Daud ngapain, dia menangisi Saul habis-habisan, dia bahkan membuat suatu syair dan memberi perintah agar lagu ini diajarkan sama kaum Yehuda, lagu itu ada tercatat di alkitab sampai sekarang. Bayangkan aja, musuh bebuyutan kamu, suatu saat kena musibah, kamu masih bisa bikin syair lagu menghormatinya. Cara Daud memperlakukan musuhnya ini, menjadi catatan tersendiri bagi Tuhan yang akan berguna baginya kelak. Nanti kita lihat.

Tibalah saatnya. Suatu ketika, Daud terjebak saat menghakimi ‘seseorang yang zalim’ dalam cerita nabi Natan, dan hukuman itu pula yang dijatuhkan Tuhan atasnya. Ya, ukuran yang dipakai Daud diukurkan kembali kepadanya, padahal orang yang ada dalam cerita Nabi Natan sebenarnya adalah dia sendiri. Daud sungguh marah waktu mendengar cerita itu dan berkata, “Orang itu harus mati!” Apakah Tuhan melaksanakan penghakimannya? Iya. Tapi Daud bertobat di hadapan Tuhan dan diampuni. Dia tidak jadi mati, tapi tulah terburuk dalam kehidupannya tetap terjadi. Allah adil dalam penghakimannya, namun Dia ingat, bahwa Daud juga bermurah hati terhadap orang yang menzhaliminya, makanya Allah mengampuninya.

Tentang hal menghakimi, Yesus memberi peringatan dengan memakai perbandingan balok (kesalahan, kekhilafan, kejahatan, dan dosa-dosa besar kita) dengan selumbar (kesalahan kecil orang lain). Sebagai mantan tukang perabot, Yesus tahu bener bahwa selumbar (bubuk kayu) itu hanya hal yang sama sekali tidak diperhitungkan dalam pertukangan kayu. Demikian juga kita, agar tidak menjatuhkan penghakiman, karena kita juga manusia yang tidak luput dari kesalahan. Anehnya, orang-orang yang suka menghakimi, biasanya juga memiliki kesalahan yang sama dalam dirinya.

Mari kita melihat contoh orang berdosa menghakimi orang berdosa lainnya. Di alkitab dicatat, suatu ketika para ahli taurat dan orang farisi membawa ke hadapan Yesus, seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Lalu ingin menghakimi dengan cara melempar dengan batu. Yesus Tuhan yang murah hati, mengatakan, “Barangsiapa di antara kamu yang tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batunya”. Tidak ada satupun yang berani melempar, karena sadar bahwa mereka juga orang berdosa. Orang berdosa menghakimi orang berdosa lainnya, yang bener aja. Massapun bubar. Yang menarik di akhir cerita itu Yesus bilang sama perempuan itu, “Ga ada yang melempar kah?” Perempuan pasrah itu menjawab, “Tidak ada Tuan”. Lalu kata Yesus: “Akupun tidak akan menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa mulai dari sekarang.” Jika Yesus saja yang ga bercacat cela, tidak menjatuhkan penghakiman apalagi kita yang ga ada apa-apanya ini.

Demikianlah, sebuah posting sederhana tentang hal menghakimi. Apa inti dari pengajaran ini? Intinya, supaya kita bisa menerima orang lain apa adanya, menerima kesalahan orang lain, supaya kita bersikap murah hati dalam kehidupan yang penuh dengan kritik dan menghakimi ini. Lawan dari menghakimi adalah murah hati. Tuhan akan menunjukkan kemurahan apa bila kita bermurah hati kepada orang lain. Sudah dijanjikan kok, “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” Sebaliknya Tuhan akan menghakimi, kalo kita menghakimi. Lagian, bukankah kita hadir sebagai terang untuk menunjukkan kemurahan? Tujuan lainnya supaya kita tidak sibuk bergosip ‘ngurusin’ dosa, kesalahan dan kejatuhan orang lain, saat yang sama kita juga cacat di hadapan Tuhan. Ga ada manusia yang sempurna, kita sedang belajar untuk menjadi sempurna. Lalu pertanyaannya bagaimana pula seandainya ada saudara kita yang kedapatan berbuat dosa? Apa yang harus kita lakukan?

“TUHAN memperlakukan aku sesuai dengan kebenaranku, Ia membalas kepadaku sesuai dengan kesucian tanganku, terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci, tetapi terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku belat-belit.” (Mzm 18:21)

In his pastoring,

John Jeshurun

Categories: Uncategorized

Discussion (1 Comment)

  1. by Hawilaw Machiavelli

    Pertanyaannya : Peradilan macam apakah yang cocok di dunia ini menurut iman kristen? Bukankah semua peradilan di dunia ini adalah menghakimi?